Kembali ke zaman batu. Ya, ungkapan tersebut sering terlontar dari
mereka yang tidak begitu menggemari batuan akik. Sebab, akhir-akhir ini
hampir setiap sudut perkotaan bahkan pedesaan terdapat pengrajin batu
akik, di seluruh Indonesia. Bahkan, sudah beberapa kali pula digelar
kontes batu akik di Jakarta, yang diikuti pecinta batu akik dari seluruh
Indonesia.
Salah satu batu akik yang sedang popular dan
naik daun adalah batu akik Red Raflesia. Batu akik dari Bengkulu ini
semakin digemari, sehingga harganya pun semakin tinggi. Bahkan, dalam
beberapa bulan terakhir ini bahan batu akik Red Raflesia ini semakin
sulit ditemui.
Batu akik Red Raflesia ini, memiliki beberapa
bagian warna. Di antaranya berwarna kuning, orange dan putih. Tetapi,
biasanya batu akik Red Raflesia yang berwarna merah yang paling dicari
dan kini mulai langka. Bahkan, disebut-sebut batu akik Red Raflesia ini
kini mulai menyaingi batu aki Bacan yang terkenal dari Maluku Utara itu.
Batu akik Red Raflesia memiliki
warna merah transparan. Dari jenisnya red rafflesia memiliki beberapa
warna seperti merah kecoklatan, merah atau merah orange. Menurut
penelitian laboratorium, batu akik Red Raflesia termasuk jenis batuan
mulia.
Salah seorang pedagang bahan batuk akik Red
Raflesia, di Curup, Provinsi Bengkulu Roma (25) ketika ditemui mengakui,
untuk saat ini kesulitan mendapatkan bahan batu akik Red Raflesia yang
berwarna merah. Tak heran jika bahan kualitas super yang dijualnya
seharga Rp 500.000 – Rp 600.000 per Kilogram dalam sekejap langsung
habis terjual. Bahkan, dia pernah menjual bahan Red Raflesia seharga Rp 5
juta bahan dengan berat 1 Kilogram utuh kualitas super. Biasanya,
pelanggan yang bisa membeli bahan batu aki Red Raflesia kualitas super
ini berasal dari Jakarta, Lampung, Jambi dan Aceh. Dia menjelaskan, Red
Raflesia kualitas super adalah, bahan batu akik yang memiliki daging
lebih banyak dari kulit yang berbahan kapur. “Untuk bahan Red Raflesia
super berwarna merah ada, tetapi sudah jarang. Kadang-kadang tidak ada
sama sekali,” kata Roma.
Menurut Roma, sebanyak 50 Kilogram bahan batu akik Red Raflesia berwarna
merah miliknya bisa habis dalam tempo 2 hari, terkadang dalam sehari
sudah habis. Karena tingginya peminat batu akik Red Raflesia ini.
“Rata-rata pemesanan paling sedikit bisa sampai 5 Kilogram. Tetapi, ada
juga yang memesan hanya 1 Kilogram,” paparnya.
Sementara itu, salah seorang pengrajin batu
akik di Curup Robet (33) mengatakan, dia tidak menjual bahan batu akik,
melainkan menjual batu akik yang sudah jadi. Dari sekian banyak batu
akik hasil olahannya, diakuinya batu akik Red Raflesia yang paling laris
terjual. Mulai dari Rp 400.000 hingga Rp 2 juta per batu akik,
tergantung ukuran batu akik tersebut. “Kalau yang berukuran kecil ini
saya jual Rp 400.000, kalau yang besar bisa sampai Rp 1 juta. Tetapi,
kalau yang Red Raflesia Cat Eye (mata kucing) bisa seharga Rp 2 juta,”
katanya sembari memperlihatkan batu akik Red Raflesia yang siap
dikirimnya ke Jakarta dan Jambi itu.
Di sisi lain, menurut salah seorang penggemar
batu akik Okta (30), langkanya batu akik Red Raflesia ini karena,
bahannya yang kini mulai sulit ditemukan. Sulitnya ditemukan bahan batu
Red Raflesia ini, bisa jadi karena tingginya peminat batu akik Red
Raflesia. Mereka bisa memborong bahan batu akik dari Bengkulu ini sampai
berkilo-kilo gram. “Kalau mau mencari yang berwarna merah, sekarang ini
cukup sulit. Saya sudah berkeliling mencari bahan yang berwarna merah,
belum ketemu. Ada yang warnanya kuning,” ujar Okta Sabtu (13/12/14)
lalu.
Untuk mengantisipasi kelangkaan batu akik Red
Raflesia dan untuk mempertahankan ciri khas batuan mulia dari Bengkulu,
sehingga tidak dicaplok oleh daerah lainnya. Komunitas batu akik di
Bengkulu mendorong pemerintah, supaya segera membuat Perda tentang batu
akik. Yang intinya, batu akik yang dikirim ke luar Bengkulu harus sudah
jadi berbentuk batu akik yang sudah diolah sedemikian rupa, hasil
kerajinan masyarakat Bengkulu, tidak boleh lagi mengirimkan bahan batu
akik. Keingin mereka ini cukup beralasan, jangan sampai bahan yang
keluar dari Bengkulu berharga murah, kemudian dijual mahal ketika sudah
diolah di daerah lain. Apalagi sekarang sudah mulai langka.
0 komentar :
Posting Komentar